Suatu hari di bulan Mei 2009
Aku tengah hamil 8 bulan. Sesuai petunjuk dari dokter, usia 8 bulan seorang ibu hamil sebaiknya banyak berjalan kaki agar persalinan lancar. Jadi aku berjalan kaki setiap pagi selama kurang lebih setengah jam. Dengan perut yang besar dan susah payah menjaga keseimbangan, aku berjalan perlahan didampingi suami. Sesekali duduk di bangku di pinggir jalan, menghela nafas karena capek. Suamiku yang dari tadi menuntunku, kini bercongkok di hadapanku. Meraih kakiku lalu memijat dengan lembut.
Saat itu aku sangat terpesona olehnya.
Malam pun tiba. Saatnya kami rehat dari perkerjaan yang menyita pikiran dan tenaga. Dalam sisa tenaganya, ia mengubah posisi tidur. Ia baringkan badannya di dekat kakiku. Ia raih kakiku lalu memijat lembut tumit dan telapak kakiku. Dengan sisa tenaga karena lelahnya mencari nafkah di siang hari, masih sempat memberikan perhatian seperti ini kepada istrinya yang tengah hamil tua.
Saat itu aku sangat terpesona olehnya.
Dia tidak pernah membiarkan istrinya yang sedang hamil kecapekan. Dia bangun lebih pagi untuk mencuci dan menjemur baju, menyapu dan mengepel lantai, juga memasak untuk sarapan kami.
Saat itu aku sangat terpesona olehnya.
Saat aku menahan sakit karena kontraksi mau melahirkan, dia sepanjang waktu mendampingi, menjaga dan menguatkan aku. Memberi semangat dan juga pelukan hangat. Bahkan menemani di detik-detik buah hatinya keluar dari gua garba. Menyaksikan saya mengerang dan berdarah-darah, membuat saya seperti tidak sendiri merasakan sakitnya melahirkan.
Saat itu aku sangat terpesona olehnya.
Sebulan pertama kehadiran bayi mungil, dia selalu menemaniku begadang karena si kecil tidak tidur sepanjang malam. Bergantian menjaga bayi sangat melelahkan, tapi ia lakukan agar istrinya tetap sehat. Berbulan-bulan pula dia tetap memperhatikan dan membantu saya. Membantu urusan domestic seperti mencuci dan memasak sudah tidak perlu ditanya lagi, dia suami yang rajin dan selalu membantu meringankan tugas istri. Sering mengajak jalan-jalan atau sekadar makan di luar agar aku tetap waras dan bahagia.
Saat itu aku sangat terpesona olehnya.
Begitu juga saat saya hamil-melahirkan anak kedua.
Oh…Bagaimana aku tak terpesona olehnya?
Kini, anak kami sudah 7 dan 4 tahun. Apa yang dilakukannya? Ia tetap menjadi suami yang memesona.
Setiap pagi, ia mengantar anak perempuannya berangkat ke sekolah. Setiap malam sepulang kerja, ia selalu menemani anak perempuannya mengerjakan PR dan belajar. Setiap malam, ia mendengarkan kedua anaknya berceloteh. Juga menemani anak laki-lakinya sampai tidur pulas. Dalam sisa tenaganya, ia selalu menyempatkan mendengarkan ceritaku. Curahan hatiku. Kami selalu membicarakan banyak hal sebelum tidur. Ia adalah teman ngobrol dan curhat yang paling asyik.
Oh… Bagaimana aku tak terpesona olehnya?
Di usia pernikahan kami yang memasuki 9 tahun, ia tetap menjadi suami yang memesona. Memesona bukan melulu soal fisik. Wajah yang rupawan, tentu saja memesona. Badan yang seksi dengan dada bidang dan perut sixpack tentu saja sangat memesona. Tapi buat apa semua itu jika tidak perhatian dan pengertian kepada istri?
Seorang suami yang memesona , adalah ia yang pengertian dan perhatian. Bukan hanya kata-katanya saja yang manis, tapi tindakan dan perilakunya sangat baik kepada istrinya. Itulah pesona sejati seorang suami di hadapan istri masing-masing.
Seorang ayah yang memesona, dia tidak melulu disibukkan dengan urusan pekerjaan dan mencari maisyah (nafkah) saja. Namun, ia juga ikut andil dalam memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya. Perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknyalah pesona sejati seorang ayah.
Jadi, #MemesonaItu adalah suami dan ayah yang perhatian, yang penuh kasih sayang.
so sweet suaminya mba :) moga samara sll dan jangan berubah hingga nantia suit swiwww
ReplyDeleteMakasih ya Teteh Bella :*
Deletejadi ingat suami saya hehe... dia yg selalu membantu saya ketika hamil dan baru melahirkan :)
ReplyDeleteSuami yang penyayang dan perhatian pastilah memesona istrinya masing-masing. :))
Delete