“Cepet banget. Dua kali ngeden langsung brojol.” kang Budi bercerita.
Saya sendiri enggak menghitung berapa kali ngeden-nya, tapi memang persalinan kali ini tercepat diantara dua persalinan sebelumnya. Dan inilah cerita melahirkan anak ketiga. Selamat membaca :)
***
Assalaamu'alaikum teman-teman....
Hari ini hampir sebulan usia anak ketiga saya. Sebelum lupa peristiwa saat melahirkan, lebih baik saya tuliskan di blog ini untuk mengunci kenangan itu.
Baca juga: Cerita Melahirkan Anak Pertama
***
23 Mei 2018
8 Ramadhan 1429 H
Pagi menjelang subuh, saya terbangun saat kang Budi tengah makan sahur. Selama 7 hari kemarin, saya ikut sahur dan puasa juga untuk menurunkan BBJ(Berat Badan Janin) yang udah over. Saya langsung ke kamar mandi untuk cuci muka dan wudhu. Setelah dari kamar mandi, saya cerita ke Abudi bahwa panggul saya mulai sakit (kontraksi). Pertama kali kerasa kontraksi kemarin sore, tapi cuma sekali aja itupun cuma sebentar. Setelah itu nggak kerasa lagi dan saya masih bisa tidur nyenyak malamnya.
“Bi, nampaknya udah ada tanda-tanda mau ngelahirin, deh.”
“Ah masa? Rasanya gimana? sakit, mules atau nyeri atau apa? Yang bener ngerasainnya.” begitu jawab kang Budi.
Merasa kalau HPL masih lama (tgl 16 Juni 2018), Abudi memastikan bahwa sakit yang saya rasakan bukan karena mules diare. Soalnya beberapa hari sebelumnya juga makan pedas yang berujung mules-mules. Ini kenapa ibu hamil tua sebaiknya nggak makan yang pedas-pedas dan asem supaya nggak bingung saat mules datang. Apakah mules karena makan pedas asem atau karena kontraksi.
Untuk bumil semua... Aku saranin kalau udah kerasa kontraksi (walau cuma dikit), langsung bilang aja ke suami/ibu/siapa aja pendamping di rumah. Jangan ditunda-tunda karena semakin cepat dibawa ke bidan atau rumah sakit bersalin semakin bagus.
Merasa sudah berpengalaman (((berpengalaman))) >_< , saya merasa yakin kalau kontraksi ini tanda-tanda mau ngelahirin meskipun belum ada flek kecoklatan di celana dalam.
Pukul setengah 7 pagi, saya minta ABudi nganterin saya ke Bidan untuk periksa. Saya minta beliau ijin berangkat siang ke kantornya. Hiyaa saya memang nggak segan-segan minta beliau ijin kerja jika terjadi apa-apa di rumah. *)Makasih pak bos yang baik sudah memberikan kelonggaran untuk hal-hal urgent dan mendesak. ^^
Setelah diperiksa sama bidan, ternyata memang sudah ada pembukaan, masih pembukaan satu. Mulut rahim masih tebal. Terus bu Bidan berkata: Seharusnya kalau memang waktunya mau lahir, si mulut rahim ini harusnya sudah tipis banget, setipis kertas. Kalau ini masih tebal.
Bidan berkata lagi kalau proses bertambahnya pembukaan (pada umumnya) bisa saja berlangsung lama, bisa 1-2 hari bahkan bisa sampai seminggu . Namun segala kemungkinan bisa terjadi, kan? Tiap proses melahirkan punya cerita berbeda.
Sama bidan, saya dikasih obat dan vitamin.
***
Kami pulang ke rumah. Setelah itu, ABudi nganter Akram dan Dhia berangkat ke sekolah, setelah itu berangkat kerja.
Sementara saya di rumah sendirian. Saya masih bersyukur banget alhamdulillah diberikan ketenangan walaupun enggak ada yang nungguin. Simbokku kali ini enggak bisa ke Bandung karena sudah sepuh dan repot ada cucu di sana. Kalau ibu mertua? eiimm...Adanya ibu mertua tiri dan hubungan sama ABudi enggak baik sejak zaman kang Budi belum menikah pun. Jadi yaaa, pasti nggak bakal datang nemenin saya. Dari keluarga almarhumah mamanya ABudi lainnya juga nggak ada yang datang.
Namun saya enggak mau memusingkan hal ini. Saya juga nggak mau merepotkan mereka. Saya fokus ke diri saya saja sekarang mah. Saya kuat dan bisa menanggungnya sendiri. Meskipun dalam hati pengen yaa kayak orang-orang lain. Mau melahirkan banyak yang nungguin kayak kakak saya, ada mertua dan adik ipar yang siap nungguin dan bantu-bantu.
Self Hypnosis saya lakukan berulang kali. InsyaAllah semua akan lancar. insyaAllah.. mudahkan ya Allaah... Allaahuyassir wa la tuatsir.
Komunikasi dengan bayi dalam perut juga saya lakukan berulang-ulang. "Deeek, anak sholeh anak baik... kalau hari ini memang sudah waktunya adik lahir, lahirlah dengan lancar cepat sehat, ya. Ibu akan menunggumu dan membantu kamu lahir dengan selamat."
Alhamdulillah, selama nunggu nambahnya pembukaan, saya masih bisa ngapa-ngapain. gNgerjain pekerjaan rumah yang ringan-ringan seperti biasanya sambil nyengir-nyengir syantiq karena kontraksi sudah terjadi setiap 15 menit sekali.
Beberes rumah, nyapu, ngepel lantai, nyuci (dengan mesin cuci , kalau cuci manual saya pasti udah nggak bakal lakuin) dan jemur baju . Terus mengecek lagi perlengkapan melahirkan yang mau dibawa ke bidan. Keluarin semua dari tas terus masukin lagi. Memastikan sudah ada semua. Alhamdulillah-nya, sebulan sebelumnya tas perlengkapan melahirkan ini sudah disiapkan, jadi pas kerasa mendadak kayak gini saya enggak rempong alias riweuh. Ada beberapa item yang belum masuk tas (namun alhamdulillah-nya lagi barang yang belum ada itu, dianter kurir pas sore harinya sebelum saya ke bidan).
Selama proses menunggu bertambahnya pembukaan itu saya masih sempat chatting sama teman-teman di whatsapp dan grup whatsapp. Masih bisa cengengesan dan membahas hal “penting nggak penting” sama sahabat. Saya juga pamit ke teman-teman dan kakak-kakakku lewat wa. Minta maaf kalau banyak salah dan minta didoakan agar persalinan saya lancar. Terima kasih ya teman-teman sudah mau doain kelancaran persalinan saya (baik yang saya tahu ataupun yang enggak saya ketahui). Doa-doa baik pasti akan dibalas dengan kebaikan pula.
Sekitar jam 3 sore, saya nelpon Simbok yang ada di kampung halaman sana. Minta maaf agar diikhlaskan seandainya saya tidak sengaja menyakiti hatinya dan yang pasti minta doanya agar dimudahkan dan dilancarkan.
***
Nungguin kang Budi pulang berasa cepet banget. Kayaknya saya glundang-glundung gegoleran di kasur baru beberapa saat, eh udah Ashar lagi. Saya musti siap-siap karena mau berangkat ke bidan untuk periksa lagi Jam 4 saya mandi, pake baju bersih yang nyaman, pakai bedak, ngalis dan nggak lupa lipen-an. hahaha khaaah ;p
Dhia dan Akram juga sudah mandi.
Abudi sampai di rumah pukul 5 lebih. Sebelumnya saya berpesan ke Abudi untuk beli Gamat Emultion K-Link. Gamat ini yang senantiasa saya siapkan ketika hendak persalinan. Nanti saya tulis ulasan tentang K-Link Gamat ini ya.
Baru masuk rumah, saya sambut beliau dengan cium tangan dan bilang:
"Bi, kontraksinya kerasa lebih sakit dan lebih lama daripada tadi pagi." kata saya.
"Ogtu. Yaudah kita bawa aja tas perlengkapannya sekalian."
Sebelum berangkat, saya “briefing” Dhia dan Akram lagi. "Mbak, mas, ummi mau ke bidan dulu ya sekarang. Mau ngelahirin dede bayi. Akram sama Dhia di rumah baik-baik ya, jangan berantem. Ntar kalo mau apa-apa bilang sama mamah Tanjung (tetangga terdekat yang sudah saya titipi anak-anak saat saya ke bidan)." Oiya, Jauh-jauh hari mereka sudah disounding lho tentang lahiran dedenya, jadi mereka langsung menjawab 'iya' dengan santai. Dan untuk situasi dan kondisi seperti kali ini, game Roblox sangat membantu agar mereka diem di rumah. ;p
Setengah enam saya sampai di bidan yang letaknya nggak sampai satu kilometer dari rumah saya. “Sakitnya sudah nambah, teh” kata saya kepada asisten bidan.
Lalu saya disuruh berbaring untuk diperiksa sama bidan.
“Sekarang sudah pembukaan 4. Mulut rahim juga sudah tipiiis banget. Perlengkapan sudah boleh dibawa, ya.” kata Bu Bidan.
“Sudah dibawa kok, bu.” Kata kang Budi.
Selanjutnya saya tinggal nunggu aja pembukaan bertambah. Saya masih bisa cengengesan chit-chat sama teman-teman dan masih sempat-sempatnya upload foto di IG dan bikin IG story. Muahaha... Saya merasa santai banget sama persalinan kali ini. Alhamdulillah semua dimudahkan sama Allah.
Setelah adzan maghrib, saya meminta Abudi pulang dulu nengok anak-anak dan ngasih makan mereka. Setelah makan tadi siang anak-anak belum makan lagi. Saya pun masih sempat makan dulu. Bu bidan sih, nawarin saya mau makan apa enggak. Wkwk
“Teh, mau makan? Saya masak sayur daun sampeuk (singkong). Lauknya tempe goreng sama telur dadar. Mau?’ bu bidan nawarin.
“Emmmm... ( Saya mikir sebentar. Mau bilang iya tapi malu, mau nolak tapi pengen dan lapar. ) kayaknya enak, Buk. Boleh deh, Buk. Tapi sedikit aja.” jawab saya sambil nyengir isin.
Wis hilang deh urat malunya. Saya ngikik lagi pas nulis bagian ini.
Entah kenapa sayur daun sampeuk ini begitu nikmat. Saya makan dengan lahap walaupun diselingi sakitnya kontraksi 5 menit sekali. Waktu itu, pembukaan entah ke berapa. Dan makanku pun HABIS gak bersisa. (kalo diceritain lagi malu-maluin emang sih) lol
Setelah makan, bidan memeriksa lagi. Hasilnya, pembukaan 7. Jam berapa ya ini? Saya sudah nggak ngeling-eling jam mungkin jam 8 kurang. Ngerasain mulesnya kontraksi dan nambahnya pembukaan yang cepet banget. Semakin sakit dan semakin sering mulesnya, semakin baik dan semakin cepat mencapai pembukaan sempurna.
Kang Budi... kemana kang Budi? Beliau tetap menemani di dalam ruang bersalin, menggenggam tangan saya, sesekali melafalkan surah-surah Al-Quran agar saya tetap mengingat Allah. Bedanya dengan persalinan kedua, kali ini Abudi lebih silent (setelah pada persalinan anak kedua saya omelin karena begitu cerewet, wkwk). Persalinan kedua ntar saya ceritain, ya kalau sempat.
Sesaat sebelum proses ngeden ngeluarin bayi...
Bidan : “Ibunya enggak tahan dengan rasa sakit, ya Pak?”
Abudi : “Iya, Bu. Sakit sedikit aja ‘aduh-aduhan’.”
Bidan : “Pantesan. Kelihatan (nggak tahan sakit).”
Mungkin maksud bu bidan, kalo orang lain, mendekati pembukaan sempurna mungkin enggak seberisik saya kali ya, hahaha. Piye nggak berisik atuh bu Bidan, da sakit atuh, penting enggak berkata kasar dan saya masih eling nyebut Asmaning Gusti Allah. Tapi whatever deh, saya iyain juga, yang penting bayiku selamet.
Terus bidan ngomong lagi, "Bu, diinfus ya, ini mau saya tambahin obat agar si ibu kuat mengejan.” Saya iyain aja, walaupun saya merasa enggak lemes, walaupun dua persalinan sebelumnya tanpa infus dan induksi. (sesungguhnya pas proses ini saya agak-agak lupa perkataan bidan gimana) tapi saya masih ingat habis ini bidan memasang infus lalu menyuntikkan obat di infusnya. Setelah beberapa saat kemudian bidan membimbing saya mengejan. Kang Budi menyingkir mepet tembok. Ruangan bersalin yang sempit membuat kang Budi tidak bisa di dekat saya sambil pegang tangan. Beliau hanya menyaksikan aja gimana bidan dan dua asistennya membantu saya.
Menurut saya, penanganan di bidan ini keren banget. Bidan berpengalaman bertahun-tahun. Begitu saya sudah mules banget dan udah kepengen ngeden, bidan sigap membimbing dibantu satu asistennya yang cekatan.
“Bu, nanti harus nurut ya, sesuai instruksi saya.”
“Bu, tangan kanan (yang diinfus) tetap rileks, nggak boleh tegang. Tangan kiri menarik paha kiri, ya bu.”
“Kakinya tetep ngangkang. Tarik nafas dalam agar bayinya nggak sesak nafas.”
Arahan bidan nguing-nguing di kepala.
Pada proses mengejan pertama belum berhasil, nih. Mules dan rasa pengen ngeden hilang. Kesempatan buat menghela nafas sebentar. Gak lama kemudian datang lagi mules kedua. Saya ngambil nafas sedalam-dalamnya biar kuat mendorong bayi.
“Bu, nggak boleh merem, harus tetap melek, ya. Bu jangan merem, melek bu. Ngejan sambil lihat ke perut."
"Ngejannya jangan bersuara. Alihkan suara ke bawah. Ngejan kayak mau bab.” Instruksi-instrksi dari bidan masih teringat dengan jelas.
Pada saat itu jalan lahir kerasa panas, ah berarti kepala udah lewat nih. Lalu kalimat bidan yang saya tunggu-tunggu terucap juga “Sudah bu, sudah lahir.”
Alhamdulillah Telah lahir pada pukul 20:25 wib bayi laki-laki dengan berat 3,3 kg dan panjang 49 cm. Udah legaaa!!!
Subhanallah dimudahkan dan dilancarkan banget sama Allah. Baby boy pinter, seolah tahu, dia pengen keluar lebih cepat dari HPL biar pas lebaran saya sudah pulih, biar orang tuanya enggak repot pas lebaran rewang bayi.
“Terima kasih anakku, sudah lahir dengan sehat dan selamat. Makasih, ya deeek.” Saya berkali-kali ngomong gini sama bayi.
Udah lihat si bayi keluar dengan selamat, sehat, dan sempurna nggak kurang apapun saya merasa plong banget.
Maka nikmat Allah mana lagi yang kami dustakan?
Wekekeke serunya mba melahirkan, suamiku ada di ruang bersalin tapi menghadap tembok. Ga romantis banget kan. Ga seperti disinetron. Dirimu hebat cepat rumah padahal biasanya anak ke 3 susah melahirkannya. (mitos)
ReplyDeleteTiap cerita melahirkan selalu ada keseruan tersendiri, ya. Wekeke
Deleteselamat bu akhirnya lahir dengan selamat bulan Ramadhan lagi lahirnya semoga menjadi anak Saleh
ReplyDeleteTerima kasih, Pak. Aamiin
DeleteAlhamdulillah selamat ya Teh, suka terharu kalo baca cerita lahiran, semoga dede jadi anak sehat dan cerdas aamiin ya Allah
ReplyDeleteAamiin, nuhun San.
DeleteDemi apa pas bagian instruksi bidan aku jadi ngikut tarik nafas ngeden segala ya Allah 😂😂
ReplyDeleteSoleh pinternya sampai besar ya dek, Aamiin 🙏
Hahaha, Nesa Nesa... Ada-ada aja. Thanks yaa doanya... Aamiin 😙
DeleteAamiin. Makasih yaaa
ReplyDeleteAhh aku baru mampir ke sini. Selamat datang baby Arfan, sehat selalu ya nak. Ntar kalau kita ketemu udah bawa baby - baby seumuran nih, biarkan mereka main. Selama di perut sering adu perut wae kalau ketemu hihi
ReplyDeleteCerita melahirkan yang santai dan haru.. kasih tips donk mbak bisa sesantai itu gimana
ReplyDeleteAku bacanya sampek tahan napas, secara ngebayangin dlu waktu lahiran juga dari subuh, ampe hampir malam
ReplyDeleteMasya Allah, aku lagi nyiapin lahiran ke tiga nih. Sengaja mampir ke sini mau nyari inspirasi gimana ngelahirin anak ketiga. Semoga nanti anakku yang ketiga juga lahir sehat selamat lancar cepet kayak lahirnya Arfan ini. Wkwkwk, btw aku ngakak pas A Budi dimarahin waktu lahiran Akram. Hohoho. Sun sayang buat bebi mbul Arfan
ReplyDelete