"Anaknya diajarin ngomong, dong!" ucap mertua saya saat mengetahui cucunya belum lancar bicara pada usia 2 tahun lebih.
"Sudah, Pak", jawab saya berusaha meyakinkan.
"Tapi itu anaknya udah umur segini, ngomongnya kok masih ha-hu-ha-hu."
Saya tidak lagi menjawab. Hanya bisa bersedih dalam hati.
"Booooo-laaaaaa", beliau berusaha mengajari Akram, anak kedua saya, mengucapkan satu patah kata. Bola.
Alih-alih menirukan ucapan kakeknya. Akram tak mengeluarkan suara dan hanya menjawab dengan 'hu' saja membuat kakeknya semakin gemas.
"Gimana, sih ini? Ajakin ngomong. Kamunya jangan diam saja."
"Apa aja yang kamu lakukan sih sampai anak nggak diajarin ngomong?"
Terpotek hatiku mendengarnya. Waktu itu, mental saya belum sekuat baja. Dibilang seperti itu sama mertua sangat membuat saya bersedih. Lalu saya akan menyalahkan diri sendiri dan merasa menjadi ibu yang GAGAL.
***
Kejadian itu terjadi beberapa tahun yang lalu saat usia Akram sekitar 2-3 tahun. Anak ini memang belum lancar berbicara sampai usianya 3 tahun (bahkan seingat saya lebih dari tiga tahun). Beberapa teman dekat menyarankan saya untuk ke dokter spesialis tumbuh kembang, namun saya tidak memeriksakannya. Saya tahu anak saya sehat. Dari pendengarannya normal. Saat Akram saya panggil, dia menoleh dan merespon ucapan saya. Dia juga sudah bisa mengerjakan perintah sederhana seperti : ambilkan bola, tutup pintu, dan sebagainya. Lidahnya juga normal. Lain-lainnya juga normal. Hanya saja, memang Akram mengalami keterlambatan bicara atau Speech Delay. Tentu saja hal ini membuat saya resah.
Kenapa bisa begitu?
Semata memang salah saya sebagai ibunya yang tidak becus mengasuh. Saya sibuk membuat Busy Book pesanan orang-orang yang anaknya seusia dengan Akram. Saya sibuk merajut tas-tas pesanan orang juga demi mendapat penghasilan tambahan. Hal itu membuat saya kurang berinteraksi dengan anak. Ditambah lagi, untuk membuat anak-anak anteng tidak mengganggu pekerjaan saya, saya beri mereka tablet/gadget, saya beri tontonan, dan saya beri games. Walaupun labelnya game edukatif sekalipun, saya sebenarnya tahu itu salah. Apalagi tontonannya Shaun the Sheep yang enggak ada suaranya.
Selain itu, saya jarang jalan-jalan ke tetangga. Waktu itu, kami masih tinggal di sebuah rumah yang pekarangannya sangat luas dan jauh banget dari tetangga. Jadi interaksi dengan teman-teman sebaya anak saya itu jelas tidak mungkin karena saya harus berjalan jauh untuk menemukan sekelompok batita yang sedang bermain bersama. Lengkaplah sudah penyebab anak saya mengalami speech delay.
Saya tidak tinggal diam dengan keadaan itu. Semakin saya tertekan, saya akan semakin kuat mencari solusi. Saya baca banyak artikel tentang tumbuh kembang. Saya bertanya pada teman yang bekerja sebagai tenaga kesehatan. Saya bercerita kepada teman dekat siapa tahu ada solusi. Sayangnya, saya tidak ke dokter spesialis karena tidak ada biayanya. Seandainya waktu itu saya punya banyak uang, tentunya akan saya bawa ke dokter spesialis anak atau dokter tumbuh kembang.
Memang sulit untuk saya lakukan secara mandiri. Terlebih untuk anak ketiga saya yang saat ini berusia 16 bulan. Salah satu solusi untuk melakukan stimulasi dan intervensi dalam tumbuh kembang anak yaitu Dini.id.
Dini.id adalah startup yang khusus dirancang untuk memberikan program stimulasi dan intervensi dalam tumbuh kembang anak dengan memadukan antara teknologi, ilmu psikologi, orang tua, dan tim ahli.
Beberapa program Dini.id adalah :
1.Sistem assessment online gratis di website www.dini.id yang dapat mengidentifikasi keterlambatan dan potensi dalam perkembangan anak.
2.Kelas stimulasi dan intervensi sambil bermain yang dilakukan di playground-playground mitra yang dirancang untuk mengaktifkan neuron dalam otak sehingga meningkatkan perkembangan kognitif dan menjadi dasar perkembangan tahap selanjutnya terutama untuk belajar.
3.Program assesment, observasi & investigasi berkala yang disupervisi oleh psikiater dan psikolog klinis untuk mengoptimalkan perkembangan anak yang berbeda-beda dan unik.
Saya juga akan ikut baby class ataupun ikut seminar-seminar parenting atau menyimak seminar online seperti pada video ini.
Dalam video di atas , saya banyak belajar Bagaimana Mengatasi Speech Delay pada Anak Usia Dini dari dr. Anggia Hapsari, SpKJ (K). Durasi video selama satu jam itu menjelaskan dengan jelas dari awal sampai akhir. Pengetahuan yang saya dapat ini, akan saya terapkan pada anak ketiga saya. Saya harap anak ketiga ini tidak mengalami speech delay seperti kakaknya.
Berapa tahun Akram bisa bicara?
4 tahun. huhuhu
Itupun setelah saya berusaha keras melakukan seperti hal di bawah ini:
- Stop Gadget
- Lebih banyak bermain (yang interaktiv) bersama anak
- Saya lebih responsive/merespon apa saja yang anak lakukan
- Saya lebih banyak mengajak Akram bicara
- Mengajak Akram bermain bersama teman sebayanya walaupun harus jalan jauh.
- Membacakan cerita, bernyanyi dengan lagu yang sederhana, bermain peluit dan lain-lain
Alhamdulillah ada perubahan dan Akram akhirnya bisa bicara pada usia 4 tahun.
Kesimpulan, kita sebagai orang tua harus sedini mungkin aware/sadar dengan tumbuh kembang anak. Kita harus mengetahui milestone atau tonggak perkembangan bicara anak agar ketika anak kita mengalami speech delay bisa dilakukan sedini mungkin. Oiya, jika teman-teman mengalami apa yang saya alami, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter tumbuh kembang, psikolog anak, atau konsultasikan ke psikiater anak.
Semoga teman-teman bisa memetik pelajaran dari apa yang saya alami.
Kamu ibu yg hebat :)
ReplyDelete