Seorang anak bernama Kenanga tumbuh dalam lingkungan yang penuh konflik. Orang tuanya sering bertengkar, dan Kenanga menjadi saksi kekerasan verbal dan fisik antara mereka. Selain itu, Kenanga sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang tua, seperti kritik yang tajam dan hukuman yang berlebihan.
Kenanga sering merasa tidak dihargai dan dicemooh oleh orang
tuanya. Setiap kali mencoba mengungkapkan pendapat, ia mendapatkan respon
negatif, membuatnya merasa tidak berharga. Terkadang, ketika orang tuanya
marah, mereka melampiaskan kemarahan pada Kenanga dengan memukul atau
mendorongnya. Senyumnya yang ceria perlahan menghilang, digantikan oleh rasa
takut dan cemas.
Kenanga mulai merasa terasing dari teman-temannya karena
merasa malu dengan situasi di rumah. Ia tidak pernah merasa bebas untuk berbagi
tentang kehidupannya, merasa bahwa tidak ada yang akan memahami atau menerima
dirinya.
Trauma yang dialami Kenanga berlanjut hingga dewasa. Ia
menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat, selalu merasa tidak
layak dicintai. Ia mengalami kecemasan, depresi, atau bahkan berjuang dengan
berbagai phobia. Ketidakmampuannya untuk mempercayai orang lain dan
keterbatasan emosi sering menghambat kebahagiaannya.
Sehingga ia tidak menyadari bahwa ia bisa memilih untuk bahagia,
layak dan berharga.
BagaimanaTrauma dan Phobia dapat Terbentuk?
Di sekitar kita banyak sekali cerita trauma yang dialami
seseorang. Atau mungkin kita sendiri yang mengalaminya? Dari yang terlihat “sepele”
seperti cemas saat naik pesawat, takut terhadap buah-buahan tertentu, takut
kucing, dan lain sebagainya. Hingga hal-hal besar yang sampai mengganggu
kesehatan mental seseorang.
Trauma dan atau phobia dapat terbentuk akibat pengalaman
negatif atau menakutkan yang dialami seseorang yang terjadi akibat dari pelecehan
emosional, kekerasan fisik, keterasingan seperti yang terjadi pada cerita
Kenanga di atas.
Penyebab Trauma dan Phobia
Saya dulu pernah takut sama kucing dan anjing, karena pernah
suatu siang sewaktu saya kecil, tiba-tiba ada kucing tidur di sebelah saya.
Saya juga pernah dikejar dan hamper digigit anjing. Pengalaman tersebut membuat
saya takut dekat-dekat dengan keduanya. Itu cerita trauma “ringan” saya.
Sedangkan trauma berat yang dialami akibat melihat kekerasan
dalam keluarga, dapat berkontribusi pada pembentukan hubungan yang toksik di
masa dewasa.
Ada banyak sekali penyebab trauma, diantaranya:
·
Pengalaman Traumatis:
Kejadian seperti kecelakaan, kekerasan,
atau kehilangan yang mendalam. Hal ini memicu respon emosional dan psikologis
yang mendalam.
·
Pengaruh Lingkungan:
Lingkungan keluarga atau sosial yang penuh
tekanan, ketidakpastian, atau ketidakamanan. Trauma yang dialami akibat melihat
kekerasan dalam keluarga dapat berkontribusi pada pembentukan hubungan yang
toksik di masa dewasa.
·
Genetik dan Biologis:
Beberapa orang mungkin memiliki
kecenderungan genetik untuk mengalami kecemasan atau reaksi emosional yang
lebih kuat. Seperti ibu hamil yang mengalami kecemasan, akan menurunkan
kecemasan pula kepada bayinya.
·
Pembelajaran:
Phobia seringkali terbentuk melalui
pembelajaran, dimana seseorang mengasosiasikan objek atau situasi tertentu
dengan ketakutan yang ekstrem.
Dampak
Trauma pada Relationship
Seseorang yang tumbuh dalam lingkungan dimana orang tuanya
sering berkonflik secara fisik dan verbal, menyaksikan perkelahian antara orang tua dan
merasakan ketakutan yang mendalam setiap kali suara keras terdengar di rumah. Hal
tersebut membentuk pandangannya tentang cinta dan relationship.
Banyak tumbuh dengan melihat kekerasan mengajarkan bahwa
konflik dalam hubungan adalah hal yang biasa. Ia menganggap bahwa cinta bisa
disertai dengan rasa sakit, sehingga tidak menganggap serius tanda-tanda
peringatan dalam relationship di kemudian hari.
Kemungkinan besar akan menciptakan pola hubungan yang sama
dengan yang ia lihat, berusaha mempertahankan hubungan meskipun itu toxic.
Dan akan menarik perhatian pasangan yang memiliki sifat agresif atau
merendahkan.
Melihat kekerasan membuat seseorang sering mengalami
kecemasan dan ketidakpastian. Ketika berinteraksi dengan pasangan pun jadi merasa
sulit untuk percaya sepenuhnya, selalu merasa waspada terhadap potensi konflik.
Adapun
dampak yang bisa terjadi akibat trauma diantaranya:
Toxic Relationship: terjebak dalam hubungan
yang tidak sehat, dimana pasangan sering menyakiti atau merendahkan. Pada saat
yang sama kan merasa tidak berdaya untuk keluar dari hubungan tersebut karena
ketakutannya terhadap kesendirian.
Rasa Tidak Berharga: Trauma membuat seseorang merasa
tidak layak mendapatkan cinta yang baik. Ia akan cenderung mengabaikan
kebutuhannya dan terus berupaya agar pasangan tetap bahagia, meskipun itu
mengorbankan dirinya.
Kesulitan dalam Mempertahankan Batasan: Karena
kurangnya pengetahuan tentang batasan yang sehat, maka akan kesulitan untuk
menolak perilaku negatif dari pasangannya, menempatkan dirinya dalam posisi
rentan.
Bagaimana Mengatasi Trauma dan Phobia?
Trauma dari masa lalu dapat memengaruhi hubungan di masa
depan. Jika Anda tengah membaca tulisan ini, tolong akui ini awal dari
perubahan Anda. Anda menginginkan kondisi yang berbeda / lebih baik untuk
menghapus trauma yang pernah Anda alami.
Penyembuhan memang memerlukan waktu dan usaha, tetapi dengan
dukungan yang tepat, seseorang dapat memperbaiki pola tersebut dan menemukan
hubungan yang lebih sehat.
Apa saja
yang dapat Anda lakukan untuk menghapus trauma?
Untuk penanganan trauma dan phobia yang lebih mendalam,
sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental.
Beberapa cara di bawah ini mungkin bisa Anda pertimbangkan.
1.
Terapi Psikologis
Terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) dapat sangat
efektif untuk mengatasi trauma.
2.
Teknik Relaksasi
Latihan pernapasan, meditasi, journaling
dan mindfulness dapat membantu mengurangi kecemasan saat menghadapi hal yang
ditakuti.
3.
Eksposur Bertahap
Untuk phobia, terapi eksposur bertahap
dapat membantu seseorang beradaptasi dengan situasi menakutkan secara perlahan.
4.
Dukungan Sosial
Dukungan dari teman dan keluarga dapat
membantu proses penyembuhan. Meskipun begitu tidak juga mengandalkan teman dan
keluarga, karena membuang trauma adalah keputusan sendiri sementara lingkungan
social hanya menyumbang sebagian kecil dari proses itu.
5.
Obat-obatan
Dalam beberapa kasus, dokter dapat
meresepkan obat untuk membantu mengatasi gejala kecemasan yang terkait dengan
trauma atau phobia.
6.
Access Bars
Sesi Bars dari Access Consciousness sangat
efektif untuk delete trauma dan phobia.
Bars adalah sesi dimana Anda akan disentuh
secara ringan pada 32 titik di kepala. Titik-titik ini yang berfungsi seperti
tombol ‘delete’ pada komputer. Prosesnya sangat mudah bahkan jika secara rutin
menerima Bars, trauma dan phobia yang selama ini dialami akan terbuang jika
Anda bersedia untuk membuangnya.
Untuk mendapatkan sesi Bars, Anda bisa
mendapatkannya di Klinik Lineation jalan Leumah Neundeut no 10 Setrasari
Bandung dengan menghubungi Customer Service dan ingin Bars dengan Uwien yaa.
Atau Anda bisa kontak di sini.
0 komentar:
Post a Comment
Hai, terima kasih sudah membaca dan berkomentar. :)
Mohon maaf komentar dimoderasi karena banyak spam yang masuk.